KOMBINASI “DUPLEX PALAH IN
PLACE” BAGI KOTAKU
Pendahuluan
Permasalahan
sampah merupakan salah satu komponen kecil dalam suatu ekosistem kehidupan.
Namun akan menjadi masalah global bila tidak menjadi perhatian dan tidak
diberdayakan bahkan dapat merenggut nyawa manusia. Sampah sering dikaitkan
dengan permasalahan lingkungan. Sangatlah ironis, ketika peristiwa yang
memilukan terjadi dimana negara-negara lain orang meninggal karena sakit,
lanjut usia, kecelakaan transportasi dan lain-lain tetapi di Indonesia orang
meninggal karena tertimbun sampah. Ini pertanda bahwa masyarakat kita belum
terlalu peduli terhadap lingkungan dimana dia hidup, bekerja dan berkarya.
Padahal bangsa ini memiliki adat istiadat dan budaya lokal yang menjunjung
tinggi kebersihan lingkungannya. Sebagai contoh di Jawa tengah adat “merti dusun” atau bersih desa, “tri hita karan” di Bali, atau adat “cuci negeri” dan “masohi” di Ambon. Budaya-budaya ini sebenarnya telah tertanam turun
temurun yang membentuk kepribadian serta jati diri anak negeri. Hal ini
mengindikasikan adanya kreatifitas dan kemampuan dalam mengatasi permasalahan
lingkungannya. Dengan demikian hanya diperlukan sedikit sentuhan pihak lain
dalam bentuk pendampingan untuk membangkitkan lagi komitmen nyata untuk
bertindak dan berperan serta melalui
upaya menggali dan mengimplementasikan budaya tersebut.
Ditinjau dari efek buruk sampah yang
tidak ditangani dengan baik antara lain, sampah akan menjadi sarana awal dan
penyebaran penyakit yang tentu mengusik kesehatan (penyakit diare, kolera,
tifus). Akibat pembuangan sampah yang tidak terkontrol, seperti sampah beracun
yang mengganggu kestabilan ekosistem air yang meracuni biota laut dan
dikonsumsi manusia ( kasus penyakit minamata di Jepang dan Teluk Buyat akibat
kandungan merkuri pada limbah yang begitu saja dibuang) . Bukan hanya itu,
masalah yang lebih kompleks adalah ketidaknyamanan masyarakat beraktifitas
karena terganggu bau tidak sedap dan pemandangan buruk dari sampah yang
berserakan. Dalam penampungan sampah dari beberapa rumah tangga khususnya di
daerah perkotaan yang dibiarkan begitu saja. Sehingga yang terjadi adalah
penumpukkan sampah di sudut-sudut jalan kota yang mengganggu pemandangan dan
mengusik kenyamanan. Adanya sampah juga menggambarkan status sosial masyarakat
yang menempati daerah tersebut, yang turut berimbas negatif di bidang
kepariwisataan. Dan yang lebih miris lagi ketika sampah yang berasal dari
aktifitas makhluk hidup justru berbalik menjadi monster yang mengancam dan
mendatangkan bencana yang menelan korban jiwa dan merusak fasilitas-fasilitas
umum, seperti bencana banjir dan tanah longsor ketika musim hujan tiba.
Berdasarkan dampak-dampak tersebut, pemerintah harus berpikir dan bekerja
ekstra dalam menanganinya.
Pemerintah
daerah telah melakukan banyak hal untuk mengatasi persoalan sampah perkotaan
ini. Upaya yang ditempuh diantaranya adalah secara rutin mengoperasikan
mobil-mobil sampah yang mengumpul, mengangkut dan mengantarkan sampah ke tempat
pembuangan terakhir. Pemerintah juga gencar mencanangkan upaya lain seperti
anjuran pemilahan sampah berawal dari
rumah tangga. Sampah organik yang terdiri atas bahan-bahan penyusun tumbuhan
dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,
perikanan, atau yang lain. Jenis sampah ini mudah diuraikan dengan proses alami
oleh miroorganisme (bersifat biodegradable),
dan yang termasuk golongan sampah ini adalah sampah dari dapur, sisa tepung,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting. Kategori sampah yang lain yaitu sampah
anorganik yang berasal dari sumber daya alam tak dibaharui, seperti mineral dan
minyak bumi, atau dari proses hasil industri. Bahan ini tidak dapat diurai di
alam oleh mikroorganisme secara keseluruhan (unbiogradable).
Sebagian lain hanya dapat diuraikan dalam jangka waktu yang lama, seperti botol
plastik, botol kaca. Pengetahuan inipun belum merata dimiliki masyarakat namun
paling tidak upaya pemilahan sampah merupakan langkah tepat dalam
penanganannya. Di beberapa instansi pemerintah dan lingkungan pendidikan telah
disediakan bak-bak sampah dengan label kategori. Persoalan lain yang muncul
adalah terputusnya sistem penanganan pada awal pengumpulan sebelum diangkut ke
tempat pembuangan yang terakhir. Sampah yang telah dipilah kemudian bercampur
lagi di mobil-mobil sampah sehingga terasa kurang efektif pemilahan dini..
Upaya lain dapat dilihat pada
penggunaan sarana transportasi seperti mobil angkutan umum yang mulai
menerapkan tertib membuang sampah dengan menyediakan tempat sampah dalam mobil.
Namun kehadiran tempat sampah ini masih belum dimanfaatkan. Terbukti dengan
masih adanya penumpang angkutan yang lebih suka membuang sampah di bawah tempat
duduknya, atau dibuang begitu saja dari jendela mobil ke jalan karena umumnya
tempat sampah yang disediakan diletakkan di bagian depan mobil angkutan.
Sehingga lama-kelamaan penyediaan tepat sampah
dalam angkutan umumpun semakin berkurang sampai tidak terlihat samasekali.
Perubahan Paradigma
Upaya yang ditempuh pemerintah hanya
sebagai pendorong rasa “peduli bersih” bagi setiap warga masyarakat. Kebersihan
merupakan salah satu bentuk seni, dimana untuk mendapatkan suatu nilai atau
hasil yang baik diperlukan berbagai cara demi mewujudkannya. Hal ini akan
sia-sia jika tidak diawali dari kesadaran dari dalam diri setiap individu.
Kurang adanya rasa peka terhadap kebersihan membuat seseorang akan lebih
menyukai tempat terdekat daripada sibuk mencari tempat sampah untuk
membuangnya. Sebagai langkah awal,
tempat sampah perlu disediakan mulai dari lingkungan keluarga hingga
lingkungan yang lebih luas lagi. Tempat sampah wajib tersedia selain menjaga kebersihan
tempat tinggal juga sebagai sarana belajar
bagi anak demi menumbuhkan sadar bersih sejak dini. Budaya peduli bersih
juga dikembangkan pada lingkup pendidikan seperti di lingkungan sekolah,
perguruan tinggi, atau di pemukiman.
Tiba saatnya terjadi transformasi
pengelolaan sampah dimana masyarakat diajarkan untuk memandang sampah dari sisi
yang lain., karena tidak semua sampah hasil pembuangan memberi dampak negatif
bagi kehidupan. Pemandangan menarik adalah
biasanya terlihat ada pemulung atau pengumpul yang memungut dan mengumpulkan
sampah di tempat-tempat umum untuk dijual kembali. Seolah-olah yang menjadi
prioritas utama adalah segera mendapatkan uang dari hasil penjualan sampah yang telah didapat
tanpa mereka peduli apa dampak dari ulahnya.
Padahal masih ada hal menarik dan
menguntungkan dari sampah itu sendiri. Tidak hanya dapat menguntungkan dari
segi finansial, keuntungan yang lebih lagi ketika masalah sampah yang menjadi
momok kehidupan ini dapat teratasi dan tidak mengganggu lagi. Bahkan, ada
sebagian orang yang telah menjadi “pengusaha sampah” yang tidak kalah dengan
pengusaha-pengusaha kelas atas lainnya. Dapat dikatakan bahwa sampah tidak
hanya sebagai sisa penggunaan atau pemanfaatan, namun juga memberi keuntungan
ganda bahkan lebih.
Sistem
“palah in place” artinya panen
dan olah di tempat sudah saatnya diterapkan ketika sampah tidak lagi
dipandang sebagai barang yang tidak berguna. Kebiasaan ini dapat diterapkan
oleh warga masyarakat, lingkungan keluarga pun lingkungan instansi pemerintah
dan swasta. Layaknya seorang kolektor, sampah dapat dikumpulkan setiap orang
dan mengolahnya kembali menjadi bahan atau barang yang berdaya guna. Ini
berarti bahwa sampah yang dihasilkan karena aktifitas manusia di lokasi
tertentu mula-mula dipanen, dipilah dan diolah langsung di tempat. Imbasnya
tidak hanya dapat mengurangi penumpukkan sampah, namun juga penciptaan barang
yang lebih berguna dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Sebutan
pemulung mungkin saja berkaitan dengan martabat seseorang sehingga tiba saatnya
diubah sebagai pahlawan lingkungan. Orang tidak lagi sekedar memulung untuk
langsung memperoleh uang namun dengan memanen, memilah dan mengolah kembali
sampah yang dihasilkan untuk selanjutnya
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya juga dapat membuka lapangan kerja.“Palah in place” merupakan paradigma
baru yang patut digalakan dimana-mana sebagai solusi penanganan sampah yang
selama ini menjadi biang pencemaran lingkungan.
Penutup
Sebagai
warga kota, masyarakat kota Ambon sebenarnya memiliki modal budaya bersih
karena para leluhur telah mewarisi
nilai-nilai tersebut. Hanya membutuhkan sedikit sentuhan perhatian berupa
himbauan-himbauan dan aksi-aksi nyata bagi masyarakat khususnya generasi muda
untuk berperan sebagai pahlawan lingkungan
di tempat dimana dia hidup dan berkarya sekaligus menumbuhkan pola hidup bersih
sejak dini sehingga setelah terjun dalam
masyarakat lebih mencintai kebersihan lingkungannya.
(SMA Negeri 1 Ambon)
0 comments:
Post a Comment