Tete dan Nene
Jaganti (Raksasa Tua)
Pada
zaman dahulu kala, di sebuah dusun kecil hiduplah sebuah keluarga bahagia yang
terdiri atas ayah, ibu dan tujuh orang anak. Ketujuh anak ini hidup rukun dan
saling menyayangi satu sama lain. Setiap hari, ayah mereka pergi ke hutan untuk
berburu mencari makanan, sedangkan sang ibu di rumah mengurusi dan menjaga
anak-anak mereka.
Suatu
kali, sang ibu hendak pergi mencuci pakaian di sungai, ia berpesan kepada anak-anaknya
agar tetap di rumah dan tidak ke mana-mana hingga ia kembali.
“Nak,
ibu akan pergi ke sungai di dekat kebun sana, kalian jangan ke mana-mana,
tetaplah di rumah hingga ibu atau ayah mu kembali. Ibu tidak akan lama”,pesan
sang ibu.
“Baik
bu”, jawab anak sulung.
Kemudian
ibu mereka pergi dan mereka bermain kembali seperti biasanya.Namun, belum lama
setelah itu, anak yang paling bungsu tiba-tiba mengajak kakak-kakaknya untuk
pergi bemain di luar.
“Kak,
aku bosan di dalam rumah. Bagaimana kalau kita bermain di luar saja?”,pinta adik
yang paling bungsu.
“Tidak
boleh dik, kita harus taat pada ibu, kita tidak boleh keluar sendirian karena bisa
bahaya, jangan sampai ada orang jahat di luar sana”, tolak sisulung.
“Ayolah
kak.Hanya di sekitar rumah saja.Tidak jauh kok.
Lagian kita kan beramai-ramai dan sudah cukup besar, pasti semuanya akan
baik-baik saja”, rayu sang adik lagi.
“Baiklah
kalau begitu, tapi kita bermain sebentar saja ya”, jawab si sulung lagi
Kakak
sulung pun setuju, tapi kemudian anak
ketiga kembali mengingatkan mereka agar tetap di rumah.
“Tapi
kak, tidak boleh.Kalau ibu tahu ibu pasti akan marah dan kecewa pada kita”,
tambah anak ketiga.
“Sudahlah
kak, kita bermain hanya sebentar saja, dan akan kembali sebelum ibu pulang. Ibu
tidak akan tahu asalkan kita semua merhasiakannya”, jawab anak kelima
Setelah
berdiskusi cukup lama, akhirnya mereka sepakat untuk bermain di luar
bersama-sama.Mereka berlari-lari dan bermain dengan senang, tanpa sadar mereka
sudah bermain terlalu jauh memasuki hutan belantara.
“Kak,
aku rasa kita sudah bermain terlalu lama.Ayo kita kembali sebelum ibu pulang ke
rumah duluan”, ujar anak keempat.
“Iya
benar. Kita juga telah bermain terlalu jauh”, tambah anak kedua
“Ayo.
Tapi… kakak tak ingat jalan untuk kembali. Bagaimana ini?”, jawab si sulung
Mereka
takut dan kebingungan, tidak ada satupun diantara mereka yang ingat jalan untuk
kembali. Mereka pun teringat kembali akan pesan ibu mereka dan menyesal serta
merasa bersalah. Meskipun demikian, diantara mereka tidak ada yang menyalahkan
satu sama lain, mereka sadar bahwa itu adalah salah mereka semua karena
semuanya telah bersikap tidak taat, mereka juga sadar bahwa dengan saling menyalahkan
tidak akan membawa mereka pada jalan keluar.
Di
samping itu, di rumah, ayah dan ibu mereka sangat cemas dan khawatir, mereka
sudah mencari anak mereka di mana-mana tapi tidak ketemu, warga sekitar pun tak
ada yang melihat anak-anak mereka.
Hari
sudah semakin larut, ketujuh anak ini belum juga menemukan jalan
keluar.Tiba-tiba, mereka menemukan sebuah rumah yang sangat besar dan
megah.Rumah tersebut terbuat dari batu bata.Kemudian, mereka melihat sepasang
raksasa tua dengan wajah yang sangat ganas layaknya singa lapar keluar dari
rumah tersebut. Ayah dan ibu raksasa tersebut pun datang perlahan menuju mereka,
mereka menjadi sangat takut mereka berlari sekuat tenaga, tapi dengan langkah
kaki yang besar membuat kedua raksasa tersebut dengan mudah dapat
menjangkau mereka. Ketujuh anak itu
tidak dapat melakukan apa-apa, mereka hanya saling berpandangan satu sama lain.
“Ada
apa dengan kalian?Mengapa kalian tampak ketakutan? Kami tidak akan menyakiti
kalian, kami lihat kalian sepertinya tersesat,
ikutlah dengan kami, kami akan menolong kalian”, ucap salah satu raksasa
dengan senyum simpul di wajahnya.
Ketakutan
mereka seketika sirna. Raksasa yang tadinya mereka sangka jahat ternyata baik, raksasa
tua tersebut menolong mereka. Mereka diberi makan dan diijinkan untuk menginap
di rumah raksasa.Selain itu, mereka diberikan pakaian baru serta dikenakan
topi. Mereka dijanjikan untuk diantar kembali ke rumah mereka jika hari sudah pagi. Ketujuh anak itu sangat
senang dan lega.Mereka tidur di kamar anak-anak raksasa yang juga berjumlah
tujuh anak raksasa.
Karena
sangat lelah semua anak tertidur pulas, tapi, anak ketiga masih merasa gelisah
dan tak bisa tidur.Ia teringat akan ibunya yang pernah menceritakan tentang
raksasa tua yang jahat. Ia pun keluar kamar untuk mencari tahu apakah raksasa
tersebut jahat atau tidak.Ia berjalan melihat seisi rumah dengan sangat
hati-hati. Tanpa sengaja, saat ia melewati kamar raksasa tua ia mendengar
percakapan mereka.
“Anak-anak
manusia itu tampak sangat lezat.Aku tak tahan untuk menyantap mereka. Kira-kira
kapan kita akan memakan mereka? aku sudah tak tahan lagi.”, tanya ayah raksasa.
Sabar,
tunggu sedikit lagi ketika mereka semua sudah benar-benar tertidur dan
kita akan menyantap mereka”, jawab ibu raksasa.
“Baik.
Tapi bagaimana cara kita membedakan anak-anak kita dan anak-anak manusia itu? kamar mereka sangat gelap, aku pun sudah
tua sehingga tak dapat melihat dengan baik” tanya ayah raksasa lagi.
“Tenang.Aku
sudah merencanakan segalanya dengan baik.Anak-anak manusia itu semuanya sudah
kukenakan topi, jika engkau ingin memakan mereka, peganglah dulu kepalanya, jika
mengenakan topi maka itu adalah anak manusia, sedangkan jika tidak maka mereka
adalah anak kita” jawab ibu raksasa dengan tenang.
Sesudah
mendengar itu, anak ketiga menjadi sangat panik dan takut, ia kembali ke
kamarnya dan membangunkan saudara-saudaranya yang lain dengan diam-diam. Ia
menceritakan apa yang telah direncanakan
oleh raksasa tersebut, mereka pun menyusun rencana.Mereka semua melepas topi
yang ada dan mengenakannya pada ketujuh anak raksasa.Setelah itu mereka hanya
berpura-puratidur sambil menunggu kedatangan raksasa tua.
Tiba-tiba
pintu kamar mulai terbuka secara perlahan, mereka berusaha menenangkan diri dan
tetap berpura-pura tidur.
“Hmm,
anak-anak manusia ini rasanya sangat lezat dan berbeda dengan santapan kita
biasanya”, kata ibu raksasa sambil melahap santapannya.
“Iya,
tapi aku merasa ada yang aneh.Apakah kau yakin ini adalah anak-anak manusia
itu?Rasanya benar-benar berbeda dengan manusia lainnya yang biasa kita santap”,
jawab ayah raksasa.
“Iya,
aku juga merasa begitu.Tapi mungkin ini hanya perasaan kita saja.Mungkin karena
santapan kali ini masih muda sehingga dagingnya terasa lebih lezat.Aku yakin
ini adalah anak-anak manusia itu. Aku sudah mengenakkan topi pada mereka
sebelumnya.”, jawab ibu raksasa meyakinkan ayah raksasa.
Ketujuh
anak itu hanya tetap diam dan menenangkan diri sambil kadang mengintip betapa
lahapnya kedua raksasa tua itu menyantap anak mereka sendiri.Kedua raksasa tua
itu benar-benar menikmati santapan merekahingga yang tersisa hanyalah
tulang.Setelah itu, kedua raksasa tua itu kembali ke kamar mereka tanpa sadar sedikitpun
bahwa itu adalah anak mereka.Ketujuh anak ini kembali bangun dan berjaga-jaga
menunggu pagi agar dapat kabur dengan segera.
Keesokan
harinya, ayam mulai berkokok, sang surya mulai nampak perlahan-lahan, ketujuh
anak ini bergegas pergi meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan kedua raksasa
tua.Mereka berlari menjauhi rumah tersebut.Sedangkan, kedua raksasa mulai
terbangun dan mencari anak-anak mereka, akhirnya mereka sadar bahwa yang
semalam mereka santap adalah anak-anak mereka sendiri.Mereka menjadi sangat
marah, mereka mencari ketujuh anak tersebut tapi ketujuh anak tersebut telah
lari entah kemana.
Ketujuh
anak tersebut akhirnya berhasil keluar dari hutan dan bertemu kembali dengan
orang tua mereka. Di sana mereka sangat senang dan menceritakan pengalaman mereka
pada orang tua mereka. Mereka juga berjanji untuk taat pada orang tua.Dan sejak
saat itu mereka selalu hidup bahagia.Pengalaman itupun mengajarkan mereka untuk
tidak langsung percaya pada orang/hal yang baru ditemukan.
Cerita mengenai raksasa tua itupun tersebar dan
dikenal dengan nama “Tete dan Nene
Jaganti” dimana tete dan nene mengartikan orang yang sudah tua, dan jaganti
yang berarti raksasa. Konon, keberadaan tete dan nene jaganti hingga kini masih
ada dan suka muncul pada siang hari untuk menculik anak-anak yang berkeliaran
di luar sebagai santapan.
0 comments:
Post a Comment