Karya Jurnalistik Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Ambon

Pemanfaatan Teknologi Informasi Untuk Pengembangan Kreatifitas Pelajar Di Bidang Jurnalistik.

Indahnya Kota Ambon

Pemandangan Yang Menakjubkan Dari Lokasi Taman Christina Martha Tiahahu (Karang Panjang) Saat Matahari Terbenam.

Keindahan Alam Dan Potensi Pariwisata

The Ora - Eco Resort. Berlokasi Di Antara Negeri Sawai Dan Saleman, Pantai Ora Dengan Sejuta Keindahannya.

Panorama Alam Dan Keramah Tamahan Yang Selalu Memikat

Pemandangan Saat Mentari Terbenam Di Penginapan Atas Laut Negeri Sawai - Seram Utara.

World Peace Gong

Terletak Di Pusat Kota Ambon, World Peace Gong Menjadi Simbol Perdamaian Dunia.

Wikipedia

Search results

Wednesday, April 15, 2015

Tete dan Nene Jaganti (Raksasa Tua)



Tete dan Nene Jaganti (Raksasa Tua)

Pada zaman dahulu kala, di sebuah dusun kecil hiduplah sebuah keluarga bahagia yang terdiri atas ayah, ibu dan tujuh orang anak. Ketujuh anak ini hidup rukun dan saling menyayangi satu sama lain. Setiap hari, ayah mereka pergi ke hutan untuk berburu mencari makanan, sedangkan sang ibu di rumah mengurusi dan menjaga anak-anak mereka.
Suatu kali, sang ibu hendak pergi mencuci pakaian di sungai, ia berpesan kepada anak-anaknya agar tetap di rumah dan tidak ke mana-mana hingga ia kembali.
“Nak, ibu akan pergi ke sungai di dekat kebun sana, kalian jangan ke mana-mana, tetaplah di rumah hingga ibu atau ayah mu kembali. Ibu tidak akan lama”,pesan sang ibu.
“Baik bu”, jawab anak sulung.
Kemudian ibu mereka pergi dan mereka bermain kembali seperti biasanya.Namun, belum lama setelah itu, anak yang paling bungsu tiba-tiba mengajak kakak-kakaknya untuk pergi bemain di luar.
“Kak, aku bosan di dalam rumah. Bagaimana kalau kita bermain di luar saja?”,pinta adik yang paling bungsu.
“Tidak boleh dik, kita harus taat pada ibu, kita tidak boleh keluar sendirian karena bisa bahaya, jangan sampai ada orang jahat di luar sana”, tolak sisulung.
“Ayolah kak.Hanya di sekitar rumah saja.Tidak jauh kok. Lagian kita kan beramai-ramai dan sudah cukup besar, pasti semuanya akan baik-baik saja”, rayu sang adik lagi.
“Baiklah kalau begitu, tapi kita bermain sebentar saja ya”, jawab si sulung lagi
Kakak sulung pun setuju, tapi kemudian anak  ketiga kembali mengingatkan mereka agar tetap di rumah.
“Tapi kak, tidak boleh.Kalau ibu tahu ibu pasti akan marah dan kecewa pada kita”, tambah anak ketiga.
“Sudahlah kak, kita bermain hanya sebentar saja, dan akan kembali sebelum ibu pulang. Ibu tidak akan tahu asalkan kita semua merhasiakannya”, jawab anak kelima
Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya mereka sepakat untuk bermain di luar bersama-sama.Mereka berlari-lari dan bermain dengan senang, tanpa sadar mereka sudah bermain terlalu jauh memasuki hutan belantara.
“Kak, aku rasa kita sudah bermain terlalu lama.Ayo kita kembali sebelum ibu pulang ke rumah duluan”, ujar anak keempat.
“Iya benar. Kita juga telah bermain terlalu jauh”, tambah anak kedua
“Ayo. Tapi… kakak tak ingat jalan untuk kembali. Bagaimana ini?”, jawab si sulung
Mereka takut dan kebingungan, tidak ada satupun diantara mereka yang ingat jalan untuk kembali. Mereka pun teringat kembali akan pesan ibu mereka dan menyesal serta merasa bersalah. Meskipun demikian, diantara mereka tidak ada yang menyalahkan satu sama lain, mereka sadar bahwa itu adalah salah mereka semua karena semuanya telah bersikap tidak taat, mereka juga sadar bahwa dengan saling menyalahkan tidak akan membawa mereka pada jalan keluar.
Di samping itu, di rumah, ayah dan ibu mereka sangat cemas dan khawatir, mereka sudah mencari anak mereka di mana-mana tapi tidak ketemu, warga sekitar pun tak ada yang melihat anak-anak mereka.
Hari sudah semakin larut, ketujuh anak ini belum juga menemukan jalan keluar.Tiba-tiba, mereka menemukan sebuah rumah yang sangat besar dan megah.Rumah tersebut terbuat dari batu bata.Kemudian, mereka melihat sepasang raksasa tua dengan wajah yang sangat ganas layaknya singa lapar keluar dari rumah tersebut. Ayah dan ibu raksasa tersebut pun datang perlahan menuju mereka, mereka menjadi sangat takut mereka berlari sekuat tenaga, tapi dengan langkah kaki yang besar membuat kedua raksasa tersebut dengan mudah dapat menjangkau  mereka. Ketujuh anak itu tidak dapat melakukan apa-apa, mereka hanya saling berpandangan satu sama lain.
“Ada apa dengan kalian?Mengapa kalian tampak ketakutan? Kami tidak akan menyakiti kalian, kami lihat kalian sepertinya tersesat,  ikutlah dengan kami, kami akan menolong kalian”, ucap salah satu raksasa dengan senyum simpul di wajahnya.
Ketakutan mereka seketika sirna. Raksasa yang tadinya mereka sangka jahat ternyata baik, raksasa tua tersebut menolong mereka. Mereka diberi makan dan diijinkan untuk menginap di rumah raksasa.Selain itu, mereka diberikan pakaian baru serta dikenakan topi. Mereka dijanjikan untuk diantar kembali ke rumah mereka  jika hari sudah pagi. Ketujuh anak itu sangat senang dan lega.Mereka tidur di kamar anak-anak raksasa yang juga berjumlah tujuh anak raksasa.
Karena sangat lelah semua anak tertidur pulas, tapi, anak ketiga masih merasa gelisah dan tak bisa tidur.Ia teringat akan ibunya yang pernah menceritakan tentang raksasa tua yang jahat. Ia pun keluar kamar untuk mencari tahu apakah raksasa tersebut jahat atau tidak.Ia berjalan melihat seisi rumah dengan sangat hati-hati. Tanpa sengaja, saat ia melewati kamar raksasa tua ia mendengar percakapan mereka.
“Anak-anak manusia itu tampak sangat lezat.Aku tak tahan untuk menyantap mereka. Kira-kira kapan kita akan memakan mereka? aku sudah tak tahan lagi.”, tanya ayah raksasa.
Sabar, tunggu sedikit lagi ketika mereka semua sudah benar-benar tertidur dan kita  akan menyantap  mereka”, jawab ibu raksasa.
“Baik. Tapi bagaimana cara kita membedakan anak-anak kita dan anak-anak manusia  itu? kamar mereka sangat gelap, aku pun sudah tua sehingga tak dapat melihat dengan baik” tanya ayah raksasa lagi.
“Tenang.Aku sudah merencanakan segalanya dengan baik.Anak-anak manusia itu semuanya sudah kukenakan topi, jika engkau ingin memakan mereka, peganglah dulu kepalanya, jika mengenakan topi maka itu adalah anak manusia, sedangkan jika tidak maka mereka adalah anak kita” jawab ibu raksasa dengan tenang.
Sesudah mendengar itu, anak ketiga menjadi sangat panik dan takut, ia kembali ke kamarnya dan membangunkan saudara-saudaranya yang lain dengan diam-diam. Ia menceritakan  apa yang telah direncanakan oleh raksasa tersebut, mereka pun menyusun rencana.Mereka semua melepas topi yang ada dan mengenakannya pada ketujuh anak raksasa.Setelah itu mereka hanya berpura-puratidur sambil menunggu kedatangan raksasa tua.
Tiba-tiba pintu kamar mulai terbuka secara perlahan, mereka berusaha menenangkan diri dan tetap berpura-pura tidur.
“Hmm, anak-anak manusia ini rasanya sangat lezat dan berbeda dengan santapan kita biasanya”, kata ibu raksasa sambil melahap santapannya.
“Iya, tapi aku merasa ada yang aneh.Apakah kau yakin ini adalah anak-anak manusia itu?Rasanya benar-benar berbeda dengan manusia lainnya yang biasa kita santap”, jawab ayah raksasa.
“Iya, aku juga merasa begitu.Tapi mungkin ini hanya perasaan kita saja.Mungkin karena santapan kali ini masih muda sehingga dagingnya terasa lebih lezat.Aku yakin ini adalah anak-anak manusia itu. Aku sudah mengenakkan topi pada mereka sebelumnya.”, jawab ibu raksasa meyakinkan ayah raksasa.
Ketujuh anak itu hanya tetap diam dan menenangkan diri sambil kadang mengintip betapa lahapnya kedua raksasa tua itu menyantap anak mereka sendiri.Kedua raksasa tua itu benar-benar menikmati santapan merekahingga yang tersisa hanyalah tulang.Setelah itu, kedua raksasa tua itu kembali ke kamar mereka tanpa sadar sedikitpun bahwa itu adalah anak mereka.Ketujuh anak ini kembali bangun dan berjaga-jaga menunggu pagi agar dapat kabur dengan segera.
Keesokan harinya, ayam mulai berkokok, sang surya mulai nampak perlahan-lahan, ketujuh anak ini bergegas pergi meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan kedua raksasa tua.Mereka berlari menjauhi rumah tersebut.Sedangkan, kedua raksasa mulai terbangun dan mencari anak-anak mereka, akhirnya mereka sadar bahwa yang semalam mereka santap adalah anak-anak mereka sendiri.Mereka menjadi sangat marah, mereka mencari ketujuh anak tersebut tapi ketujuh anak tersebut telah lari entah kemana.
Ketujuh anak tersebut akhirnya berhasil keluar dari hutan dan bertemu kembali dengan orang tua mereka. Di sana mereka sangat senang dan menceritakan pengalaman mereka pada orang tua mereka. Mereka juga berjanji untuk taat pada orang tua.Dan sejak saat itu mereka selalu hidup bahagia.Pengalaman itupun mengajarkan mereka untuk tidak langsung percaya pada orang/hal yang baru ditemukan.
Cerita mengenai raksasa tua itupun tersebar dan dikenal dengan nama “Tete  dan Nene Jaganti” dimana tete dan nene mengartikan orang yang sudah tua, dan jaganti yang berarti raksasa. Konon, keberadaan tete dan nene jaganti hingga kini masih ada dan suka muncul pada siang hari untuk menculik anak-anak yang berkeliaran di luar sebagai santapan.

BULU PAMALI




 BULU PAMALI

Konon di Dusun Waimahu, Desa Latuhalat terdapat sebuah pohon bambu keramat atau lebih dikenal oleh warga dengan sebutan “Bulu Pamali”. Kisah mengenai pohon ini bermula dari  seorang pemuda bernama Yongker.
Yongker merupakan seorang anak yatim piatu yang berasal dari Manipa. Semenjak kedua orang tuanya meninggal, ia pindah dan menetap di Benteng. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia harus bekerja membanting tulang dengan mencari kayu di hutan dan gunung untuk kemudian dijual atau ditukar di pasar pada sore hari.
Suatu pagi, Yongker hendak pergi mencari kayu di gunung. Seperti biasanya, ia menyiapkan peralatan dan bekalnya. Setelah semuanya siap, ia berangkat dengan menggunakan perahu ke Desa Latuhalat.Dengan semangat ia mendayung perahu. Setibanya di Tanjung Latuhalat, ia lalu mengaitkan perahu di akar tanaman yang ada di situ dan mulai mendaki gunung, memasuki hutan-hutan rimbang, sambil tetap membawa peralatan dan bekalnya.
Saat mendaki, di tengah jalan ia bertemu dengan beberapa warga. Ia dengan ramah dan tanpa sungkan menyapa. Beberapa warga yang ia temui sempat mengingatkannya untuk berhati-hati dan tidak sembarang menebang pohon di hutan.
Perjalanan yang ia tempuh belum terlalu jauh dan ia sudah menemukan hutan yang ia rasa tepat. Ia sangat senang, hutan tersebut penuh dengan pepohonan dengan hamparan rerumputan hijau. Di sana, dengan gigih dan tanpa kenal lelah ia menebang pohon-pohon yang ada, ia juga memangkas daun-daun, baik yang sudah kering ataupun yang masih hijau. Daun-daun yang sudah kering akan langsung ia kumpul, sedangkan yang masih hijau ia biarkan begitu saja di bawah sinar matahari menunggu hingga kering dengan sendirinya.Karena keasyikan bekerja,Yongker taksadar, ia telah menebang banyak pohon sehingga hutan tersebut sudah tak serimbun semula.
Hari sudah siang, Yongker  pun memutuskan untuk beristirahat merebahkan diri sambil memakan bekal yang sudah ia siapkan dari rumah. Ia duduk bersandar di salah satu pohon rindang yang masih ada menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi. Tiba-tiba makan siangnya terhenti sejenak karena mendengar suara langkah kaki. Ia berpaling mencari asal suara yang ia dengar, tapi ia tidak menemukan siapa-siapa. Bulu kuduknya merinding. Ia berusaha menghiraukannya, dan melanjutkan makan siang. Tapi, tiba-tiba ia mendengar suara seorang kakek tua.
“Wahai anak muda, apa yang sedang kau lakukan di sini?”, tanya sang kakek.
 Ia menoleh dan melihat dari arah belakang, seorang kakek tua dengan badan membungkuk dan baju yang lusuh berjalan ke arahnya.
Yongker menjadi takut, mulutnya serasa dibungkam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Apa yang dinginkan kakek tua ini,  jangan-jangan kakek tua ini adalah penunggu hutan, pikirnya.
“Nak, mengapa kamu diam? Saya adalah penjaga hutan ini, saya yang selalu mengawasi dan melestarikannya. Saya heran melihatmu menebang pohon-pohon yang ada secara sembarangan”, tanya sang kakek lagi.
Yongker menjadi semakin takut, mengapa kakek tersebut bisa mengetahui pikirannya. Ia pun memberanikan diri untuk menjawab dan memohon maaf.
“Kek, maafkan saya, saya tidak ada niat jahat apapun untuk hutan ini. Saya hanya menebang pohon-pohon yang ada untuk dijadikan kayu bakar dan dijual. Saya hidup sebatang kara, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup saya. Saya mohon, maafkan saya, jangan apa-apakan saya kek.”, Yongker menjawab dengan penuh ketakutan.
“Baiklah. Kakek mengerti, tapi kamu harus sadar dan tahu, menebang pohon secara sembarangan akan merusak lingkungan yang ada, dampaknya juga akan buruk bagi warga sekitar. Jika, kamu  memang ingin mengumpulkan kayu bakar, kamu dapat mengumpulkan kayu-kayu yang sudah tua dan kering, itu lebih baik dan tidak berdampak buruk bagiorang lain.”, jawab kakek.
“Iya kek, saya mengerti. Saya janji tidak akan menebang pohonsecara sembarangan lagi. Maafkan saya kek.”, jawab Yongker.
Kakek tua itupun memaafkan Yongker. Melihat Yongker taat, kakek menjadi kasihandan menolong Yongker.
“Karena kamu taat dan jujur, kakek akan menolong dan memberikan kamu sesuatu.’, ujar kakek.
Dengan sekejap muncul sebatang tongkat kayu di tangan kakek tua tersebut. Kakek pun meminta Yongker untuk menutup mata dan tidak membuka ataupun mengintip hingga kakek menyuruhnya membuka mata kembali. Tanpa basa-basi, Yongker langsung menutup mata. Kakek pun mulai menancapkan tongkat yang ia bawa ke kepala Yongker hingga masuk ke badannya secara perlahan-lahan, Yongker tetap tenang, anehnyaia tidak merasakan sakit sedikitpun. Setelah tongkat itu masuk tertancap ke dalam tubuh Yongker, kakek mulai membaca suatu mantra. Tak lama kemudian, kakek menarik kembali  tongkat itu dan menyuruh Yongker untuk membuka matanya kembali. Yongker tidak tahu apa yang terjadi, tidakada bekas luka sedikitpun di sekujur tubuhnya, ia hanya merasakan ada sesuatuyang berbeda pada tubuhnya, ia merasa lebih kuat dan segar.
“Kek, maaf saya bertanya. Tapi tadi apa yang terjadi pada saya? saya merasa lebih kuat sekarang.”, tanya Yongker dengan nada lirih agak ketakutan.
“Tenang saja, kakek hanya memberikanmu ilmu kekebalan tubuh, menurut kakek itu akan sangat bermanfaat bagimu.”, jawab kakek tua tersebut dengan tenang dan sambil tersenyum.
Kakek tua itu pun menjelaskan lebiih lanjut, ilmu yang barusaja kakek berikan adalah ilmu kekebalan tubuh, dengan ilmu itu, Yongker tidak akan mudah terserang penyakit ataupun dipukul dan diserang oleh orang jahat, selain itu, ia juga dapat menolong orang lain menyembuhkan penyakit mereka. Kakek berpesan pada Yongker untuk tidak menyalahgunakan ilmu yang ia miliki, karena jika itu terjadi maka akan menjadi malapetaka bagi dirinya sendiri. Yongker mengangguk dan berterima kasih pada kakek tua tersebut.
Tiba-tiba tanah di belakang Yongker berdiri muncul sebuah pohon bambu. Kakek tua tersebut kemudian mencabut daun yang ada di pohon itu sebanyak  tujuh lembar daun dan dilemparkan ke laut. Sesudah itu Yongker memohon pamit dan kembali.
Tiba di tempat ia mengaitkan perahu, ia terkerjut, daun yang tadi dilempar oleh kakek tua sudah berubah menjadi pulau, yang dikenal hingga kini sebagai Pulau Tujuh.
Setelah kejadian itu, Yongker tidak pernah lagi menebang pohon secara sembarangan, itu menjadi pelajaran baginya, ia juga sering mengingatkan teman-temannya untuk tidak menebang pohon secara sembarangan. Di samping itu, Yongker juga menjadi sangat terkenal karen ilmu khususnya, ia sangat senang menolong orang-orang yang kesulitan.
Sedangkan, pohon bambu itu dikenal sebagai “Bulu Pamali”, Bulu merupakan bahasa Ambon dari bambu, sedangkan pamali berarti suatu larangan atau pantangan. Berdasarkan adat,  pohon tersebut dilarang untuk ditebang dan dipercayai memiliki kekuatan khusus. Pohon tersebut juga tidak selalu dapat ditemukan, kadang menghilang dengan sendirinya, namun, kadang juga muncul. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihanya.

KOMBINASI “DUPLEX PALAH IN PLACE” BAGI KOTAKU



KOMBINASI “DUPLEX PALAH  IN PLACE”  BAGI KOTAKU

Pendahuluan
Permasalahan sampah merupakan salah satu komponen kecil dalam suatu ekosistem kehidupan. Namun akan menjadi masalah global bila tidak menjadi perhatian dan tidak diberdayakan bahkan dapat merenggut nyawa manusia. Sampah sering dikaitkan dengan permasalahan lingkungan. Sangatlah ironis, ketika peristiwa yang memilukan terjadi dimana negara-negara lain orang meninggal karena sakit, lanjut usia, kecelakaan transportasi dan lain-lain tetapi di Indonesia orang meninggal karena tertimbun sampah. Ini pertanda bahwa masyarakat kita belum terlalu peduli terhadap lingkungan dimana dia hidup, bekerja dan berkarya. Padahal bangsa ini memiliki adat istiadat dan budaya lokal yang menjunjung tinggi kebersihan lingkungannya. Sebagai contoh di Jawa tengah adat “merti dusun” atau bersih desa, “tri hita karan” di Bali, atau adat “cuci negeri” dan “masohi” di Ambon. Budaya-budaya ini sebenarnya telah tertanam turun temurun yang membentuk kepribadian serta jati diri anak negeri. Hal ini mengindikasikan adanya kreatifitas dan kemampuan dalam mengatasi permasalahan lingkungannya. Dengan demikian hanya diperlukan sedikit sentuhan pihak lain dalam bentuk pendampingan untuk membangkitkan lagi komitmen nyata untuk bertindak dan berperan serta  melalui upaya menggali dan mengimplementasikan budaya tersebut.
            Ditinjau dari efek buruk sampah yang tidak ditangani dengan baik antara lain, sampah akan menjadi sarana awal dan penyebaran penyakit yang tentu mengusik kesehatan (penyakit diare, kolera, tifus). Akibat pembuangan sampah yang tidak terkontrol, seperti sampah beracun yang mengganggu kestabilan ekosistem air yang meracuni biota laut dan dikonsumsi manusia ( kasus penyakit minamata di Jepang dan Teluk Buyat akibat kandungan merkuri pada limbah yang begitu saja dibuang) . Bukan hanya itu, masalah yang lebih kompleks adalah ketidaknyamanan masyarakat beraktifitas karena terganggu bau tidak sedap dan pemandangan buruk dari sampah yang berserakan. Dalam penampungan sampah dari beberapa rumah tangga khususnya di daerah perkotaan yang dibiarkan begitu saja. Sehingga yang terjadi adalah penumpukkan sampah di sudut-sudut jalan kota yang mengganggu pemandangan dan mengusik kenyamanan. Adanya sampah juga menggambarkan status sosial masyarakat yang menempati daerah tersebut, yang turut berimbas negatif di bidang kepariwisataan. Dan yang lebih miris lagi ketika sampah yang berasal dari aktifitas makhluk hidup justru berbalik menjadi monster yang mengancam dan mendatangkan bencana yang menelan korban jiwa dan merusak fasilitas-fasilitas umum, seperti bencana banjir dan tanah longsor ketika musim hujan tiba. Berdasarkan dampak-dampak tersebut, pemerintah harus berpikir dan bekerja ekstra dalam menanganinya.
Pemerintah daerah telah melakukan banyak hal untuk mengatasi persoalan sampah perkotaan ini. Upaya yang ditempuh diantaranya adalah secara rutin mengoperasikan mobil-mobil sampah yang mengumpul, mengangkut dan mengantarkan sampah ke tempat pembuangan terakhir. Pemerintah juga gencar mencanangkan upaya lain seperti anjuran pemilahan  sampah berawal dari rumah tangga. Sampah organik yang terdiri atas bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, atau yang lain. Jenis sampah ini mudah diuraikan dengan proses alami oleh miroorganisme (bersifat biodegradable), dan yang termasuk golongan sampah ini adalah sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting. Kategori sampah yang lain yaitu sampah anorganik yang berasal dari sumber daya alam tak dibaharui, seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses hasil industri. Bahan ini tidak dapat diurai di alam oleh mikroorganisme secara keseluruhan (unbiogradable). Sebagian lain hanya dapat diuraikan dalam jangka waktu yang lama, seperti botol plastik, botol kaca. Pengetahuan inipun belum merata dimiliki masyarakat namun paling tidak upaya pemilahan sampah merupakan langkah tepat dalam penanganannya. Di beberapa instansi pemerintah dan lingkungan pendidikan telah disediakan bak-bak sampah dengan label kategori. Persoalan lain yang muncul adalah terputusnya sistem penanganan pada awal pengumpulan sebelum diangkut ke tempat pembuangan yang terakhir. Sampah yang telah dipilah kemudian bercampur lagi di mobil-mobil sampah sehingga terasa kurang efektif pemilahan dini..
            Upaya lain dapat dilihat pada penggunaan sarana transportasi seperti mobil angkutan umum yang mulai menerapkan tertib membuang sampah dengan menyediakan tempat sampah dalam mobil. Namun kehadiran tempat sampah ini masih belum dimanfaatkan. Terbukti dengan masih adanya penumpang angkutan yang lebih suka membuang sampah di bawah tempat duduknya, atau dibuang begitu saja dari jendela mobil ke jalan karena umumnya tempat sampah yang disediakan diletakkan di bagian depan mobil angkutan. Sehingga  lama-kelamaan penyediaan tepat sampah dalam angkutan umumpun semakin berkurang sampai tidak terlihat samasekali.




Perubahan Paradigma
            Upaya yang ditempuh pemerintah hanya sebagai pendorong rasa “peduli bersih” bagi setiap warga masyarakat. Kebersihan merupakan salah satu bentuk seni, dimana untuk mendapatkan suatu nilai atau hasil yang baik diperlukan berbagai cara demi mewujudkannya. Hal ini akan sia-sia jika tidak diawali dari kesadaran dari dalam diri setiap individu. Kurang adanya rasa peka terhadap kebersihan membuat seseorang akan lebih menyukai tempat terdekat daripada sibuk mencari tempat sampah untuk membuangnya. Sebagai langkah awal,  tempat sampah perlu disediakan mulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan yang lebih luas lagi. Tempat sampah wajib tersedia selain menjaga kebersihan tempat tinggal juga sebagai sarana belajar  bagi anak demi menumbuhkan sadar bersih sejak dini. Budaya peduli bersih juga dikembangkan pada lingkup pendidikan seperti di lingkungan sekolah, perguruan tinggi, atau di pemukiman.
            Tiba saatnya terjadi transformasi pengelolaan sampah dimana masyarakat diajarkan untuk memandang sampah dari sisi yang lain., karena tidak semua sampah hasil pembuangan memberi dampak negatif bagi kehidupan.  Pemandangan menarik adalah biasanya terlihat ada pemulung atau pengumpul yang memungut dan mengumpulkan sampah di tempat-tempat umum untuk dijual kembali. Seolah-olah yang menjadi prioritas utama adalah segera mendapatkan uang dari  hasil penjualan sampah yang telah didapat tanpa mereka peduli apa dampak dari ulahnya.
            Padahal masih ada hal menarik dan menguntungkan dari sampah itu sendiri. Tidak hanya dapat menguntungkan dari segi finansial, keuntungan yang lebih lagi ketika masalah sampah yang menjadi momok kehidupan ini dapat teratasi dan tidak mengganggu lagi. Bahkan, ada sebagian orang yang telah menjadi “pengusaha sampah” yang tidak kalah dengan pengusaha-pengusaha kelas atas lainnya. Dapat dikatakan bahwa sampah tidak hanya sebagai sisa penggunaan atau pemanfaatan, namun juga memberi keuntungan ganda bahkan lebih.
Sistem “palah in place” artinya panen dan olah di tempat sudah saatnya diterapkan ketika sampah tidak lagi dipandang sebagai barang yang tidak berguna. Kebiasaan ini dapat diterapkan oleh warga masyarakat, lingkungan keluarga pun lingkungan instansi pemerintah dan swasta. Layaknya seorang kolektor, sampah dapat dikumpulkan setiap orang dan mengolahnya kembali menjadi bahan atau barang yang berdaya guna. Ini berarti bahwa sampah yang dihasilkan karena aktifitas manusia di lokasi tertentu mula-mula dipanen, dipilah dan diolah langsung di tempat. Imbasnya tidak hanya dapat mengurangi penumpukkan sampah, namun juga penciptaan barang yang lebih berguna dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Sebutan pemulung mungkin saja berkaitan dengan martabat seseorang sehingga tiba saatnya diubah sebagai pahlawan lingkungan. Orang tidak lagi sekedar memulung untuk langsung memperoleh uang namun dengan memanen, memilah dan mengolah kembali sampah yang  dihasilkan untuk selanjutnya mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya juga dapat membuka lapangan kerja.“Palah in place” merupakan paradigma baru yang patut digalakan dimana-mana sebagai solusi penanganan sampah yang selama ini menjadi biang pencemaran lingkungan.



Penutup
Sebagai warga kota, masyarakat kota Ambon sebenarnya memiliki modal budaya bersih karena  para leluhur telah mewarisi nilai-nilai tersebut. Hanya membutuhkan sedikit sentuhan perhatian berupa himbauan-himbauan dan aksi-aksi nyata bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk berperan sebagai pahlawan lingkungan di tempat dimana dia hidup dan berkarya sekaligus menumbuhkan pola hidup bersih sejak dini  sehingga setelah terjun dalam masyarakat lebih mencintai kebersihan lingkungannya.

(SMA Negeri 1 Ambon)