BULU PAMALI
Konon
di Dusun Waimahu, Desa Latuhalat terdapat sebuah pohon bambu keramat atau lebih
dikenal oleh warga dengan sebutan “Bulu Pamali”. Kisah mengenai pohon ini
bermula dari seorang pemuda bernama
Yongker.
Yongker
merupakan seorang anak yatim piatu yang berasal dari Manipa. Semenjak kedua
orang tuanya meninggal, ia pindah dan menetap di Benteng. Untuk memenuhi
kebutuhannya, ia harus bekerja membanting tulang dengan mencari kayu di hutan
dan gunung untuk kemudian dijual atau ditukar di pasar pada sore hari.
Suatu
pagi, Yongker hendak pergi mencari kayu di gunung. Seperti biasanya, ia menyiapkan
peralatan dan bekalnya. Setelah semuanya siap, ia berangkat dengan menggunakan
perahu ke Desa Latuhalat.Dengan semangat ia mendayung perahu. Setibanya di Tanjung
Latuhalat, ia lalu mengaitkan perahu di akar tanaman yang ada di situ dan mulai
mendaki gunung, memasuki hutan-hutan rimbang, sambil tetap membawa peralatan
dan bekalnya.
Saat
mendaki, di tengah jalan ia bertemu dengan beberapa warga. Ia dengan ramah dan
tanpa sungkan menyapa. Beberapa warga yang ia temui sempat mengingatkannya
untuk berhati-hati dan tidak sembarang menebang pohon di hutan.
Perjalanan
yang ia tempuh belum terlalu jauh dan ia sudah menemukan hutan yang ia rasa
tepat. Ia sangat senang, hutan tersebut penuh dengan pepohonan dengan hamparan
rerumputan hijau. Di sana, dengan gigih dan tanpa kenal lelah ia menebang pohon-pohon
yang ada, ia juga memangkas daun-daun, baik yang sudah kering ataupun yang
masih hijau. Daun-daun yang sudah kering akan langsung ia kumpul, sedangkan
yang masih hijau ia biarkan begitu saja di bawah sinar matahari menunggu hingga
kering dengan sendirinya.Karena keasyikan bekerja,Yongker taksadar, ia telah menebang
banyak pohon sehingga hutan tersebut sudah tak serimbun semula.
Hari
sudah siang, Yongker pun memutuskan
untuk beristirahat merebahkan diri sambil memakan bekal yang sudah ia siapkan
dari rumah. Ia duduk bersandar di salah satu pohon rindang yang masih ada
menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi. Tiba-tiba makan siangnya terhenti sejenak
karena mendengar suara langkah kaki. Ia berpaling mencari asal suara yang ia
dengar, tapi ia tidak menemukan siapa-siapa. Bulu kuduknya merinding. Ia berusaha
menghiraukannya, dan melanjutkan makan siang. Tapi, tiba-tiba ia mendengar
suara seorang kakek tua.
“Wahai
anak muda, apa yang sedang kau lakukan di sini?”, tanya sang kakek.
Ia menoleh dan melihat dari arah belakang,
seorang kakek tua dengan badan membungkuk dan baju yang lusuh berjalan ke
arahnya.
Yongker
menjadi takut, mulutnya serasa dibungkam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Apa
yang dinginkan kakek tua ini, jangan-jangan
kakek tua ini adalah penunggu hutan, pikirnya.
“Nak,
mengapa kamu diam? Saya adalah penjaga hutan ini, saya yang selalu mengawasi
dan melestarikannya. Saya heran melihatmu menebang pohon-pohon yang ada secara
sembarangan”, tanya sang kakek lagi.
Yongker
menjadi semakin takut, mengapa kakek tersebut bisa mengetahui pikirannya. Ia
pun memberanikan diri untuk menjawab dan memohon maaf.
“Kek,
maafkan saya, saya tidak ada niat jahat apapun untuk hutan ini. Saya hanya
menebang pohon-pohon yang ada untuk dijadikan kayu bakar dan dijual. Saya hidup
sebatang kara, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup
saya. Saya mohon, maafkan saya, jangan apa-apakan saya kek.”, Yongker menjawab
dengan penuh ketakutan.
“Baiklah.
Kakek mengerti, tapi kamu harus sadar dan tahu, menebang pohon secara
sembarangan akan merusak lingkungan yang ada, dampaknya juga akan buruk bagi
warga sekitar. Jika, kamu memang ingin
mengumpulkan kayu bakar, kamu dapat mengumpulkan kayu-kayu yang sudah tua dan
kering, itu lebih baik dan tidak berdampak buruk bagiorang lain.”, jawab kakek.
“Iya
kek, saya mengerti. Saya janji tidak akan menebang pohonsecara sembarangan
lagi. Maafkan saya kek.”, jawab Yongker.
Kakek
tua itupun memaafkan Yongker. Melihat Yongker taat, kakek menjadi kasihandan
menolong Yongker.
“Karena
kamu taat dan jujur, kakek akan menolong dan memberikan kamu sesuatu.’, ujar
kakek.
Dengan
sekejap muncul sebatang tongkat kayu di tangan kakek tua tersebut. Kakek pun
meminta Yongker untuk menutup mata dan tidak membuka ataupun mengintip hingga
kakek menyuruhnya membuka mata kembali. Tanpa basa-basi, Yongker langsung
menutup mata. Kakek pun mulai menancapkan tongkat yang ia bawa ke kepala
Yongker hingga masuk ke badannya secara perlahan-lahan, Yongker tetap tenang,
anehnyaia tidak merasakan sakit sedikitpun. Setelah tongkat itu masuk tertancap
ke dalam tubuh Yongker, kakek mulai membaca suatu mantra. Tak lama kemudian,
kakek menarik kembali tongkat itu dan
menyuruh Yongker untuk membuka matanya kembali. Yongker tidak tahu apa yang
terjadi, tidakada bekas luka sedikitpun di sekujur tubuhnya, ia hanya merasakan
ada sesuatuyang berbeda pada tubuhnya, ia merasa lebih kuat dan segar.
“Kek,
maaf saya bertanya. Tapi tadi apa yang terjadi pada saya? saya merasa lebih
kuat sekarang.”, tanya Yongker dengan nada lirih agak ketakutan.
“Tenang
saja, kakek hanya memberikanmu ilmu kekebalan tubuh, menurut kakek itu akan
sangat bermanfaat bagimu.”, jawab kakek tua tersebut dengan tenang dan sambil
tersenyum.
Kakek
tua itu pun menjelaskan lebiih lanjut, ilmu yang barusaja kakek berikan adalah
ilmu kekebalan tubuh, dengan ilmu itu, Yongker tidak akan mudah terserang
penyakit ataupun dipukul dan diserang oleh orang jahat, selain itu, ia juga dapat menolong orang lain menyembuhkan penyakit
mereka. Kakek berpesan pada Yongker untuk tidak menyalahgunakan ilmu yang ia
miliki, karena jika itu terjadi maka akan menjadi malapetaka bagi dirinya
sendiri. Yongker mengangguk dan berterima kasih pada kakek tua tersebut.
Tiba-tiba
tanah di belakang Yongker berdiri muncul sebuah pohon bambu. Kakek tua tersebut
kemudian mencabut daun yang ada di pohon itu sebanyak tujuh lembar daun dan dilemparkan ke laut.
Sesudah itu Yongker memohon pamit dan kembali.
Tiba
di tempat ia mengaitkan perahu, ia terkerjut, daun yang tadi dilempar oleh
kakek tua sudah berubah menjadi pulau, yang dikenal hingga kini sebagai Pulau
Tujuh.
Setelah
kejadian itu, Yongker tidak pernah lagi menebang pohon secara sembarangan, itu
menjadi pelajaran baginya, ia juga sering mengingatkan teman-temannya untuk
tidak menebang pohon secara sembarangan. Di samping itu, Yongker juga menjadi
sangat terkenal karen ilmu khususnya, ia sangat senang menolong orang-orang
yang kesulitan.
Sedangkan, pohon bambu itu dikenal sebagai “Bulu
Pamali”, Bulu merupakan bahasa Ambon dari bambu, sedangkan pamali berarti suatu
larangan atau pantangan. Berdasarkan adat,
pohon tersebut dilarang untuk ditebang dan dipercayai memiliki kekuatan
khusus. Pohon tersebut juga tidak selalu dapat ditemukan, kadang menghilang
dengan sendirinya, namun, kadang juga muncul. Hanya orang-orang tertentu saja
yang dapat melihanya.
Suka ... Gembangkan terus ya ...
ReplyDelete