Wikipedia

Search results

Wednesday, April 15, 2015

BULU PAMALI




 BULU PAMALI

Konon di Dusun Waimahu, Desa Latuhalat terdapat sebuah pohon bambu keramat atau lebih dikenal oleh warga dengan sebutan “Bulu Pamali”. Kisah mengenai pohon ini bermula dari  seorang pemuda bernama Yongker.
Yongker merupakan seorang anak yatim piatu yang berasal dari Manipa. Semenjak kedua orang tuanya meninggal, ia pindah dan menetap di Benteng. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia harus bekerja membanting tulang dengan mencari kayu di hutan dan gunung untuk kemudian dijual atau ditukar di pasar pada sore hari.
Suatu pagi, Yongker hendak pergi mencari kayu di gunung. Seperti biasanya, ia menyiapkan peralatan dan bekalnya. Setelah semuanya siap, ia berangkat dengan menggunakan perahu ke Desa Latuhalat.Dengan semangat ia mendayung perahu. Setibanya di Tanjung Latuhalat, ia lalu mengaitkan perahu di akar tanaman yang ada di situ dan mulai mendaki gunung, memasuki hutan-hutan rimbang, sambil tetap membawa peralatan dan bekalnya.
Saat mendaki, di tengah jalan ia bertemu dengan beberapa warga. Ia dengan ramah dan tanpa sungkan menyapa. Beberapa warga yang ia temui sempat mengingatkannya untuk berhati-hati dan tidak sembarang menebang pohon di hutan.
Perjalanan yang ia tempuh belum terlalu jauh dan ia sudah menemukan hutan yang ia rasa tepat. Ia sangat senang, hutan tersebut penuh dengan pepohonan dengan hamparan rerumputan hijau. Di sana, dengan gigih dan tanpa kenal lelah ia menebang pohon-pohon yang ada, ia juga memangkas daun-daun, baik yang sudah kering ataupun yang masih hijau. Daun-daun yang sudah kering akan langsung ia kumpul, sedangkan yang masih hijau ia biarkan begitu saja di bawah sinar matahari menunggu hingga kering dengan sendirinya.Karena keasyikan bekerja,Yongker taksadar, ia telah menebang banyak pohon sehingga hutan tersebut sudah tak serimbun semula.
Hari sudah siang, Yongker  pun memutuskan untuk beristirahat merebahkan diri sambil memakan bekal yang sudah ia siapkan dari rumah. Ia duduk bersandar di salah satu pohon rindang yang masih ada menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi. Tiba-tiba makan siangnya terhenti sejenak karena mendengar suara langkah kaki. Ia berpaling mencari asal suara yang ia dengar, tapi ia tidak menemukan siapa-siapa. Bulu kuduknya merinding. Ia berusaha menghiraukannya, dan melanjutkan makan siang. Tapi, tiba-tiba ia mendengar suara seorang kakek tua.
“Wahai anak muda, apa yang sedang kau lakukan di sini?”, tanya sang kakek.
 Ia menoleh dan melihat dari arah belakang, seorang kakek tua dengan badan membungkuk dan baju yang lusuh berjalan ke arahnya.
Yongker menjadi takut, mulutnya serasa dibungkam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Apa yang dinginkan kakek tua ini,  jangan-jangan kakek tua ini adalah penunggu hutan, pikirnya.
“Nak, mengapa kamu diam? Saya adalah penjaga hutan ini, saya yang selalu mengawasi dan melestarikannya. Saya heran melihatmu menebang pohon-pohon yang ada secara sembarangan”, tanya sang kakek lagi.
Yongker menjadi semakin takut, mengapa kakek tersebut bisa mengetahui pikirannya. Ia pun memberanikan diri untuk menjawab dan memohon maaf.
“Kek, maafkan saya, saya tidak ada niat jahat apapun untuk hutan ini. Saya hanya menebang pohon-pohon yang ada untuk dijadikan kayu bakar dan dijual. Saya hidup sebatang kara, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup saya. Saya mohon, maafkan saya, jangan apa-apakan saya kek.”, Yongker menjawab dengan penuh ketakutan.
“Baiklah. Kakek mengerti, tapi kamu harus sadar dan tahu, menebang pohon secara sembarangan akan merusak lingkungan yang ada, dampaknya juga akan buruk bagi warga sekitar. Jika, kamu  memang ingin mengumpulkan kayu bakar, kamu dapat mengumpulkan kayu-kayu yang sudah tua dan kering, itu lebih baik dan tidak berdampak buruk bagiorang lain.”, jawab kakek.
“Iya kek, saya mengerti. Saya janji tidak akan menebang pohonsecara sembarangan lagi. Maafkan saya kek.”, jawab Yongker.
Kakek tua itupun memaafkan Yongker. Melihat Yongker taat, kakek menjadi kasihandan menolong Yongker.
“Karena kamu taat dan jujur, kakek akan menolong dan memberikan kamu sesuatu.’, ujar kakek.
Dengan sekejap muncul sebatang tongkat kayu di tangan kakek tua tersebut. Kakek pun meminta Yongker untuk menutup mata dan tidak membuka ataupun mengintip hingga kakek menyuruhnya membuka mata kembali. Tanpa basa-basi, Yongker langsung menutup mata. Kakek pun mulai menancapkan tongkat yang ia bawa ke kepala Yongker hingga masuk ke badannya secara perlahan-lahan, Yongker tetap tenang, anehnyaia tidak merasakan sakit sedikitpun. Setelah tongkat itu masuk tertancap ke dalam tubuh Yongker, kakek mulai membaca suatu mantra. Tak lama kemudian, kakek menarik kembali  tongkat itu dan menyuruh Yongker untuk membuka matanya kembali. Yongker tidak tahu apa yang terjadi, tidakada bekas luka sedikitpun di sekujur tubuhnya, ia hanya merasakan ada sesuatuyang berbeda pada tubuhnya, ia merasa lebih kuat dan segar.
“Kek, maaf saya bertanya. Tapi tadi apa yang terjadi pada saya? saya merasa lebih kuat sekarang.”, tanya Yongker dengan nada lirih agak ketakutan.
“Tenang saja, kakek hanya memberikanmu ilmu kekebalan tubuh, menurut kakek itu akan sangat bermanfaat bagimu.”, jawab kakek tua tersebut dengan tenang dan sambil tersenyum.
Kakek tua itu pun menjelaskan lebiih lanjut, ilmu yang barusaja kakek berikan adalah ilmu kekebalan tubuh, dengan ilmu itu, Yongker tidak akan mudah terserang penyakit ataupun dipukul dan diserang oleh orang jahat, selain itu, ia juga dapat menolong orang lain menyembuhkan penyakit mereka. Kakek berpesan pada Yongker untuk tidak menyalahgunakan ilmu yang ia miliki, karena jika itu terjadi maka akan menjadi malapetaka bagi dirinya sendiri. Yongker mengangguk dan berterima kasih pada kakek tua tersebut.
Tiba-tiba tanah di belakang Yongker berdiri muncul sebuah pohon bambu. Kakek tua tersebut kemudian mencabut daun yang ada di pohon itu sebanyak  tujuh lembar daun dan dilemparkan ke laut. Sesudah itu Yongker memohon pamit dan kembali.
Tiba di tempat ia mengaitkan perahu, ia terkerjut, daun yang tadi dilempar oleh kakek tua sudah berubah menjadi pulau, yang dikenal hingga kini sebagai Pulau Tujuh.
Setelah kejadian itu, Yongker tidak pernah lagi menebang pohon secara sembarangan, itu menjadi pelajaran baginya, ia juga sering mengingatkan teman-temannya untuk tidak menebang pohon secara sembarangan. Di samping itu, Yongker juga menjadi sangat terkenal karen ilmu khususnya, ia sangat senang menolong orang-orang yang kesulitan.
Sedangkan, pohon bambu itu dikenal sebagai “Bulu Pamali”, Bulu merupakan bahasa Ambon dari bambu, sedangkan pamali berarti suatu larangan atau pantangan. Berdasarkan adat,  pohon tersebut dilarang untuk ditebang dan dipercayai memiliki kekuatan khusus. Pohon tersebut juga tidak selalu dapat ditemukan, kadang menghilang dengan sendirinya, namun, kadang juga muncul. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihanya.

1 comment: