Wikipedia

Search results

Wednesday, April 15, 2015

KOMBINASI “DUPLEX PALAH IN PLACE” BAGI KOTAKU



KOMBINASI “DUPLEX PALAH  IN PLACE”  BAGI KOTAKU

Pendahuluan
Permasalahan sampah merupakan salah satu komponen kecil dalam suatu ekosistem kehidupan. Namun akan menjadi masalah global bila tidak menjadi perhatian dan tidak diberdayakan bahkan dapat merenggut nyawa manusia. Sampah sering dikaitkan dengan permasalahan lingkungan. Sangatlah ironis, ketika peristiwa yang memilukan terjadi dimana negara-negara lain orang meninggal karena sakit, lanjut usia, kecelakaan transportasi dan lain-lain tetapi di Indonesia orang meninggal karena tertimbun sampah. Ini pertanda bahwa masyarakat kita belum terlalu peduli terhadap lingkungan dimana dia hidup, bekerja dan berkarya. Padahal bangsa ini memiliki adat istiadat dan budaya lokal yang menjunjung tinggi kebersihan lingkungannya. Sebagai contoh di Jawa tengah adat “merti dusun” atau bersih desa, “tri hita karan” di Bali, atau adat “cuci negeri” dan “masohi” di Ambon. Budaya-budaya ini sebenarnya telah tertanam turun temurun yang membentuk kepribadian serta jati diri anak negeri. Hal ini mengindikasikan adanya kreatifitas dan kemampuan dalam mengatasi permasalahan lingkungannya. Dengan demikian hanya diperlukan sedikit sentuhan pihak lain dalam bentuk pendampingan untuk membangkitkan lagi komitmen nyata untuk bertindak dan berperan serta  melalui upaya menggali dan mengimplementasikan budaya tersebut.
            Ditinjau dari efek buruk sampah yang tidak ditangani dengan baik antara lain, sampah akan menjadi sarana awal dan penyebaran penyakit yang tentu mengusik kesehatan (penyakit diare, kolera, tifus). Akibat pembuangan sampah yang tidak terkontrol, seperti sampah beracun yang mengganggu kestabilan ekosistem air yang meracuni biota laut dan dikonsumsi manusia ( kasus penyakit minamata di Jepang dan Teluk Buyat akibat kandungan merkuri pada limbah yang begitu saja dibuang) . Bukan hanya itu, masalah yang lebih kompleks adalah ketidaknyamanan masyarakat beraktifitas karena terganggu bau tidak sedap dan pemandangan buruk dari sampah yang berserakan. Dalam penampungan sampah dari beberapa rumah tangga khususnya di daerah perkotaan yang dibiarkan begitu saja. Sehingga yang terjadi adalah penumpukkan sampah di sudut-sudut jalan kota yang mengganggu pemandangan dan mengusik kenyamanan. Adanya sampah juga menggambarkan status sosial masyarakat yang menempati daerah tersebut, yang turut berimbas negatif di bidang kepariwisataan. Dan yang lebih miris lagi ketika sampah yang berasal dari aktifitas makhluk hidup justru berbalik menjadi monster yang mengancam dan mendatangkan bencana yang menelan korban jiwa dan merusak fasilitas-fasilitas umum, seperti bencana banjir dan tanah longsor ketika musim hujan tiba. Berdasarkan dampak-dampak tersebut, pemerintah harus berpikir dan bekerja ekstra dalam menanganinya.
Pemerintah daerah telah melakukan banyak hal untuk mengatasi persoalan sampah perkotaan ini. Upaya yang ditempuh diantaranya adalah secara rutin mengoperasikan mobil-mobil sampah yang mengumpul, mengangkut dan mengantarkan sampah ke tempat pembuangan terakhir. Pemerintah juga gencar mencanangkan upaya lain seperti anjuran pemilahan  sampah berawal dari rumah tangga. Sampah organik yang terdiri atas bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, atau yang lain. Jenis sampah ini mudah diuraikan dengan proses alami oleh miroorganisme (bersifat biodegradable), dan yang termasuk golongan sampah ini adalah sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting. Kategori sampah yang lain yaitu sampah anorganik yang berasal dari sumber daya alam tak dibaharui, seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses hasil industri. Bahan ini tidak dapat diurai di alam oleh mikroorganisme secara keseluruhan (unbiogradable). Sebagian lain hanya dapat diuraikan dalam jangka waktu yang lama, seperti botol plastik, botol kaca. Pengetahuan inipun belum merata dimiliki masyarakat namun paling tidak upaya pemilahan sampah merupakan langkah tepat dalam penanganannya. Di beberapa instansi pemerintah dan lingkungan pendidikan telah disediakan bak-bak sampah dengan label kategori. Persoalan lain yang muncul adalah terputusnya sistem penanganan pada awal pengumpulan sebelum diangkut ke tempat pembuangan yang terakhir. Sampah yang telah dipilah kemudian bercampur lagi di mobil-mobil sampah sehingga terasa kurang efektif pemilahan dini..
            Upaya lain dapat dilihat pada penggunaan sarana transportasi seperti mobil angkutan umum yang mulai menerapkan tertib membuang sampah dengan menyediakan tempat sampah dalam mobil. Namun kehadiran tempat sampah ini masih belum dimanfaatkan. Terbukti dengan masih adanya penumpang angkutan yang lebih suka membuang sampah di bawah tempat duduknya, atau dibuang begitu saja dari jendela mobil ke jalan karena umumnya tempat sampah yang disediakan diletakkan di bagian depan mobil angkutan. Sehingga  lama-kelamaan penyediaan tepat sampah dalam angkutan umumpun semakin berkurang sampai tidak terlihat samasekali.




Perubahan Paradigma
            Upaya yang ditempuh pemerintah hanya sebagai pendorong rasa “peduli bersih” bagi setiap warga masyarakat. Kebersihan merupakan salah satu bentuk seni, dimana untuk mendapatkan suatu nilai atau hasil yang baik diperlukan berbagai cara demi mewujudkannya. Hal ini akan sia-sia jika tidak diawali dari kesadaran dari dalam diri setiap individu. Kurang adanya rasa peka terhadap kebersihan membuat seseorang akan lebih menyukai tempat terdekat daripada sibuk mencari tempat sampah untuk membuangnya. Sebagai langkah awal,  tempat sampah perlu disediakan mulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan yang lebih luas lagi. Tempat sampah wajib tersedia selain menjaga kebersihan tempat tinggal juga sebagai sarana belajar  bagi anak demi menumbuhkan sadar bersih sejak dini. Budaya peduli bersih juga dikembangkan pada lingkup pendidikan seperti di lingkungan sekolah, perguruan tinggi, atau di pemukiman.
            Tiba saatnya terjadi transformasi pengelolaan sampah dimana masyarakat diajarkan untuk memandang sampah dari sisi yang lain., karena tidak semua sampah hasil pembuangan memberi dampak negatif bagi kehidupan.  Pemandangan menarik adalah biasanya terlihat ada pemulung atau pengumpul yang memungut dan mengumpulkan sampah di tempat-tempat umum untuk dijual kembali. Seolah-olah yang menjadi prioritas utama adalah segera mendapatkan uang dari  hasil penjualan sampah yang telah didapat tanpa mereka peduli apa dampak dari ulahnya.
            Padahal masih ada hal menarik dan menguntungkan dari sampah itu sendiri. Tidak hanya dapat menguntungkan dari segi finansial, keuntungan yang lebih lagi ketika masalah sampah yang menjadi momok kehidupan ini dapat teratasi dan tidak mengganggu lagi. Bahkan, ada sebagian orang yang telah menjadi “pengusaha sampah” yang tidak kalah dengan pengusaha-pengusaha kelas atas lainnya. Dapat dikatakan bahwa sampah tidak hanya sebagai sisa penggunaan atau pemanfaatan, namun juga memberi keuntungan ganda bahkan lebih.
Sistem “palah in place” artinya panen dan olah di tempat sudah saatnya diterapkan ketika sampah tidak lagi dipandang sebagai barang yang tidak berguna. Kebiasaan ini dapat diterapkan oleh warga masyarakat, lingkungan keluarga pun lingkungan instansi pemerintah dan swasta. Layaknya seorang kolektor, sampah dapat dikumpulkan setiap orang dan mengolahnya kembali menjadi bahan atau barang yang berdaya guna. Ini berarti bahwa sampah yang dihasilkan karena aktifitas manusia di lokasi tertentu mula-mula dipanen, dipilah dan diolah langsung di tempat. Imbasnya tidak hanya dapat mengurangi penumpukkan sampah, namun juga penciptaan barang yang lebih berguna dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Sebutan pemulung mungkin saja berkaitan dengan martabat seseorang sehingga tiba saatnya diubah sebagai pahlawan lingkungan. Orang tidak lagi sekedar memulung untuk langsung memperoleh uang namun dengan memanen, memilah dan mengolah kembali sampah yang  dihasilkan untuk selanjutnya mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya juga dapat membuka lapangan kerja.“Palah in place” merupakan paradigma baru yang patut digalakan dimana-mana sebagai solusi penanganan sampah yang selama ini menjadi biang pencemaran lingkungan.



Penutup
Sebagai warga kota, masyarakat kota Ambon sebenarnya memiliki modal budaya bersih karena  para leluhur telah mewarisi nilai-nilai tersebut. Hanya membutuhkan sedikit sentuhan perhatian berupa himbauan-himbauan dan aksi-aksi nyata bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk berperan sebagai pahlawan lingkungan di tempat dimana dia hidup dan berkarya sekaligus menumbuhkan pola hidup bersih sejak dini  sehingga setelah terjun dalam masyarakat lebih mencintai kebersihan lingkungannya.

(SMA Negeri 1 Ambon)

0 comments:

Post a Comment