“BARGAINING POSITION”
GURU DI ANTARA GENERASI MILLENIAL
Oleh
:
Dra. Newyenu Watneka Romuty, M.Si
Pengajar
SMA Negeri 1 Ambon
Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini menjadi tuntutan yang tidak dapat dihindari.
Indikator kemajuan dan prestise suatu bangsa diukur dari sejauh mana tingkat
penguasaan teknologi tinggi (high level
technology) dan pemanfaatan instrumen digital. Negara adikuasa (powerfull) seperti Amerika Serikat dan
Jepang merupakan negara-negara terhebat dunia, kaya dan berprestise dengan
bermodalkan teknologi tinggi. Sehingga negara-negara yang tidak dapat bersaing
dengan pesatnya kemajuan teknologi dianggap sebagai failed country. Begitu cepatnya informasi
di belahan dunia sana diketahui oleh orang lain secara global. Dunia terasa
makin sempit, ruang dan waktu menjadi relatif terbuka.
Michael
F. Hauben dalam tulisannya berjudul The Impact the Net Has on People’s lives,
di paragraf pertama menuliskan :”Selamat
datang di abad ke-21, ..... secara fisik
mungkin anda sedang hidup di satu negara, tapi anda sedang berhubungan dengan sebagian besar dunia melalui jaringan
komputer global”. Artinya siapapun tidak dapat menghindar dari dampak
globalisasi yang masuk berpengaruh di setiap aspek kehidupan. Globalisasi
mulai mengubah gaya hidup masyarakat kita. Ibarat air mengalir tanda bisa
dibendung apalagi ditolak. Era globalisasi yang didominasi dengan teknologi
digital membuat orang semakin lebih mudah memperoleh informasi
layaknya sebuah keluarga kecil dalam satu rumah,
tanpa saling mengenal sebelumnya bahkan berjauhan, baik ruang dan waktu. Teknologi
digital tidak hanya mempermudah aktifitas manusia namun juga mempengaruhi pola pikir (mindset), dan menghadirkan generasi dengan pola hidup konsumtif dan instan. Nilai-nilai
etika moral, komunikasi humanis, empati dan cinta tanah air hampir terkikis
dikalangan generasi kita. Saat ini
berbagai fenomena kemerosotan moral anak bangsa dengan mudahnya dipertontonkan dimana-mana. Jika
demikian, siapakah yang bertanggung jawab penuh membantu generasi ini agar tidak hanyut tak berdaya
memfilter gejolak globalisasi sambil mempertahankan jati diri sebagai anak
bangsa ? Dengan lantang jawabannya adalah : “Pendidikan”. Walaupun secara teori
orang memahami bahwa pendidikan tidak terbatas di sekolah sebagai institusi,
namun sasarannya adalah pendidikan formal dan aktornya adalah guru. Sementara
penghuni dunia globalisasi adalah generasi before
and after abad ke-21 dengan karakter masing-masing. Generasi before
in 21 st is teacher yang tidak
semuanya melek digital. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat komunikasi antar guru dan peserta
didik sehingga menimbulkan berbagai masalah. Guru tidak lagi memaksakan metode konvensional seperti jamannya dulu
namun menyesuaikan dengan selera kaum “Millenial” peserta didiknya. Mentransfer
ilmu sambil menanamkan dan membentuk nilai-nilai karakter membutuhkan
keahlian/keterampilan khusus dan justru
faktor inilah yang akan membedakan guru bermartabat dengan profesi lainnya.
Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan visinya tahun 2014 yakni :
“Terselenggarannya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan
Indonesia Cerdas Komperhensif”. Masalahnya,
bagaimana perlindungan hukum profesi guru di era digital ? Bagaimana solusi
dan tantangan Perlindungan Profesi Guru di era digital ?
Keberadaan guru sebagai pendidik
profesional selalu diidentikan dengan subjek yang melakukan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik. Tugas ini berbeda baik dari aspek input
maupun outputnya. Bobot tertinggi yang jarang diperhitungkan adalah hasil mendidik
dari seorang guru berupa pembentukan sikap, watak dan perilaku yang berkaitan
dengan moral dan kepribadian. Keteladanan dan pembiasaan sebagai strategi
mendidik inilah yang membuat guru berbeda dengan profesi lainnya. Namun kenyataan sekarang semakin banyak kasus yang
menyeret guru ke ranah hukum akibat dari cara pandang orangtua maupun
masyarakat yang keliru. Keadaan ini terkesan telah terjadi pergeseran nilai moral etik dan ancaman bagi dunia
pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2010, Rahman guru SD di Banyuwangi yang
dipenjarakan 5 tahun, kasus Aop Saopudin, tahun 2012 guru yang mendisiplinkan anak saat razia
rambut gondrong, tahun 2015 kekerasan
terhadap guru SMA Sukabumi, tahun 2016 terjadi lagi pemukulan guru SMK Negeri 2
Makasar oleh orang tua, dan sangat
minggu kemarin dunia pendidikan dihebohkan dengan meninggalnya Guru Budi di
Madura karena pemukulan oleh peserta didiknya sendiri, serta masih banyak kasus
yang tidak sempat tertangkap media digital. Dari kasus-kasus di atas yang
menghantar guru masuk di ranah hukum antara lain dilakukan oleh peserta didik
sendiri bersama orang tuanya maupun oleh
masyarakat. Guru juga warga
negara yang berhak mendapatkan perlindungan hukum. Ayat 1 UU nomor 14 tahun
2015 tentang guru dan Dosen telah mengatur bahwa pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi dan/atau satuan pendidikan wajib memberi
perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan dimaksud
ditegaskan pada ayat 3 meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi serta
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Orang tua dan masyarakat harus
memahami bahwa guru juga dijamin dalam Undang-undang dari ancaman intimidasi,
perlakuan deskriminatif. Memberi sangsi bagi peserta didik yang melanggar norma
pun dijamin dalam perlindungan profesionalisme yakni Peraturan Pemerintah nomor
74 tahun 2008 sepanjang tidak menyalahi kode etik guru. Terhadap kasus-kasus
tersebut menarik perhatian publik dengan
berbagai komentarnya. Ada yang beranggapan bahwa perlakuan pendisiplinan
terhadap peserta didik oleh guru era tahun 80-90 menghasilkan generasi yang
berkarakter dan berakhlak. Hingga kena tindak kekerasan fisikpun masih dianggap
wajar jika peserta didik membuat pelanggaran. Orang tua justru menambah hukuman
jika anaknya pulang membawa
keluhan karena dipukuli, dijewer,
dicubit, dibentak dan lain-lain karena
kesalahan. Kondisi ini berbeda jauh dengan kenyataan era digital. Guru akan
diserang balik oleh orang tua jika
mengetahui anaknya diperlakukan sedikit
kasar, lagi-lagi dengan alasan HAM. Hal ini menunjukan bahwa keprofesian guru
semakin tidak dihargai saat melakukan pendisiplinan terhadap peserta didiknya
baik di dalam maupun di luar kelas. Maraknya kasus yang mendera guru di negeri
ini, sepantasnya menjadi referens untuk mengambil kebijakan menata kembali paradigma terhadap profesi
guru, dan ini hanya mungkin dilakukan jika semua pihak memahami bahwa di tangan
gurulah impian tercapainya tujuan pendidikan nasional dan pembentukan manusia
seutuhnya dapat terwujud. Keras, tegas dan wibawa seorang guru akan membuat
peserta didik takut membuat kesalahan. Jaman dulu anak akan sedikit membungkuk tanda
sapaan saat berpapasan dengan guru maupun orang tua, kini “menyenggolpun” bisa
terjadi. Di lain pihak profesionalisme
guru ditantang untuk mendesain proses belajar mengajar “pembelajaran abad ke-21” yang menghipnotis
peserta didiknya sehingga mereka tidak punya alasan menunjukan perilaku yang membuat pembelajaran
menjadi tidak kondusif.
Kecakapan
abad 21 mendorong Kurikulum di Indonesia terus direvisi melalui integrasi 4C (Critical thinking, creativity,Communication,
Collaboration), Penguatan Pendidikan Karakter dan Literasi . Sistem pendidikan mulai dibenahi dengan
mengedepankan pendidikan karakter dan budi pekerti. Guru ditantang memiliki
karakter keteladanan dan menjadi literat melebihi peserta didiknya. Bagaimana mungkin peserta didik gemar membaca dan menulis jika tidak
dilatih secara rutin ?
Mempersiapkan generasi emas tahun 2045 tidak akan terlepas dari digital
Literate. Tidak dapat disangkali bahwa belum semua guru sadar akan
pentingnya internet sebagai sarana pendidikan. Kondisi geografis Indonesia
menjadi faktor penghalang untuk memperoleh akses internet. Tidak bisa
dibayangkan bagaimana keadaan guru-guru kita di daerah terpencil dengan
infrastruktur yang minim termasuk kendala transportasi dan layanan listrik.
Mereka sulit mendapatkan informasi baru demi mengembangkan profesionalismenya. Informasi
tentang perubahan/revisi kurikulum yang terus bergulir sesuai tuntutan jaman
kerap tidak diketahui. Keberadaan hidup
tenang tanpa tantangan justru memberi kenyamanan untukmengubah mindset dan kinerjanya. Rutinitas hidup
di desa terus dinikmati tanpa dinamika jika dibandingkan dengan guru di
perkotaan.
Tindakan
pendisiplinan yang terjadi di sekolah
adalah bahagian pembentukan karakter dan
akhlak peserta didik sebagaimana yang diharapkan dalam Undang-Undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah melakukan perubahan kurikulum dari
waktu ke waktu hingga pemberlakuan kurikulum 2013 yang masih mengalami revisi, semua dilakukan
dengan alasan membangun karakter anak bangsa. Perilaku generasi jaman now terhadap orang lain termasuk orang
tua dan guru menggelisahkan dunia pendidikan. Hampir tidak ada batas etika yang
diperlihatkan di setiap komunikasi antara anak dengan orang tua jika
dibandingkan dengan generasi dahulu. Di lingkungan pendidikan, martabat guru menjadi taruhannya. Sebenarnya keberadaan
guru diatur oleh Kode etik yang memuat acuan/pedoman dalam bertindak
sesuai profesinya. Namun guru juga manusia dan bukan malaikat. Pasti saat
tertentu dapat melakukan kesalahan/pelanggaran
terhadap kode etik profesinya. Ini bukan berarti serta merta guru
dikeroyok atau diperhadapkan dengan masalah hukum. Kasus “kekerasan” yang dilakukan guru masih sebatas penegakan norma/ tatatertib yang juga harus dipatuhi
siswa sebagai upaya pembentukan moral dan karakternya. Lembaga penegak hukum
semestinya dapat membedakan mana tindakan pendisiplinan terhadap tata tertib di
sekolah dengan pelanggaran HAM. Agar peristiwa menyedihkan yang pernah terjadi
terhadap guru-guru kita di negeri ini tidak terulang kembali maka pemerintah
dan organisasi profesi guru mesti memperkenalkan kode etik guru Indonesia dan kepastian hukum melalui
regulasi/peraturan yang jelas. Oleh sebab itu alur penyelesaian pelanggaran
kode etik guru harus diperjelas melalui regulasi dan disosialisasikan kepada
guru, orang tua dan masyarakat. Bahkan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan, LPTK
yang mempersiapkan calon-calon pendidik
diharapkan dapat menjadikan kode etik menjadi salah satu muatan kurikulumnya. Tidak
ada permintaan yang muluk-muluk, guru hanya membutuhkan rasa nyaman, tenang dan fokus dalam menjalankan
tugas profesionalismenya. Bercermin dari berbagai kasus yang menerpa profesi
ini, maka guru semakin berhati-hati bahkan perlahan menekan kerinduan untuk
membatasi perannya sebagai pengajar tanpa mendidik. Kondisi ini merupakan
ancaman baru bagi pembentukan akhlak generasi yang cerdas intelektual namun rapuh dalam emosional
dan spiritual. Jika fenomena ini tidak
diperhatikan maka tidak dapat dibayangkan bahwa seperti apakah sosok generasi bangsa ini
5 atau 10 tahun mendatang ?
Kematian tragis guru di tangan siswanya sendiri
mendatangkan banyak tanggapan spekulatif. Tidak hanya dari aspek manusiawi namun cara pandang terhadap guru
profesionalisme yang tetap disegani, disanjung dan dihargai karena martabatnya
menerobosi perubahan jaman. Masih hangat diingatan kita, moto Hari pendidikan
Nasional tahun 2014 oleh Menteri Pendidikan Nasional, Bapak Anies Baswedan, “Guru Mulia karena
Karyanya”. Makna filosofi ini sangat mendalam untuk direnungkan. Profesi guru
kembali mencari strategi yang cerdas dan membuatnya beda dengan peserta
didiknya yang millenial. Guru perlu
mengupgrade informasi melalui
berbagai media digital tanpa mengandalkan bahan ajar, metode dan model
pembelajaran usang yang dipakai berulang-ulang dari tahun ke tahun. Guru
mestinya belajar bagaimana membelajarkan generasi digital karena guru adalah
imigran (new comer) digital. Terlibat
dalam forum diskusi melalui online WA,
Line untuk memperoleh informasi
terkait materi pembelajaran, mengkongkritkan pembelajaran melalui
youtube/Facebook, instagram, menggunakan penilaian berbasis komputer (UNBK), atau
proaktif berkomunikasi dengan aneka platform pendidikan dengan jaringan
internet dari perusahaan-perusahan yang membantu meningkatkan kualitas
pendidikan. Sebut saja, ruangguru, Haruka Edu, Zenius, Pesona Edu
merupakan platform yang berkembang di Indonesia. Masing-masing platform menawarkan
layanan materi pembelajaran secara online, video pembelajaran lengkap dengan worsheet, atau VCD, DVD
bagi peserta didik dengan layanan internet terbatas atau konten digital
dan software lainnya. Penggunaan teknologi digital dapat mempermudah
penyampaian materi pembelajaran sesuai dengan prinsip Kurikulum 2013, guru
tidak memberi tahu namun sebaliknya peserta didik yang mencari tahu
dari berbagai sumber belajar tanpa dibatasi ruang dan waktu. Idealnya
demi meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menghadapi tantangan abad 21 mewajibkan adanya pembobotan
terhadap profesionalisme guru dengan pengetahuan dan skill yang jauh
melebihi subjek kaum millenial
yang dihadapi.
Peran guru dalam
mempersiapkan peserta didik memiliki keterampilan abad ke-21 diperhadapkan dengan tantangan
tersendiri. Pembelajaran konvensional yang menjadikan peserta didik sebagai
objek segera berubah menjadi subjek pembelajar. Pembelajaran yang berpusat pada
guru berubah menjadi student-centered. Guru berperan sebagai
fasilitator yang juga harus terampil memfasilitasi pembelajaran berupa metode,
alat peraga dan model pembelajaran dalam
skenario yang baik sesuai selera kaum millenial.
Skenario pembelajaran kontekstual
yang menarik dan bervariasi akan membuat
peserta didik menjadi terpukau dan secara tidak langsung menutup
ruang/kesempatan bagi mereka untuk berperilaku yang bertentangan dengan
nilai-nilai karakter.
“Bargaining Position”, ibarat supplier di dunia pendidikan,
guru selalu menawarkan produk profesionalismenya sehingga mencapai posisi yang
lebih unggul dari kompetitor profesi lain serta menjadi costumer dengan posisi tawaran
yang tinggi.
Kami BOLAVITA Agen Live Casino Terpercaya!
ReplyDeleteDapatkan Bonus Rollingan Casino 0.5% - 0.7% Setiap Minggu Diberikan Pada Pemain Casino Baik Menang ataupun Kalah.
Free Chips s/d IDR 1.000.000,- Menyambut Malam Tahun Baru 2019..
Daftar Sekarang Juga Di Website www. bolavita .site
Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )